Boikot Shin Tae-yong: China Pilih Belajar dari Jepang?

Redaksi

Setelah pemecatan Branko Ivankovic, Federasi Sepak Bola China (CFA) mencari pelatih baru untuk Timnas China. Kegagalan lolos ke putaran ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia menjadi penyebab utama pergantian pelatih ini. Nama Shin Tae-yong, mantan pelatih Timnas Indonesia, sempat masuk radar CFA.

Namun, wacana tersebut mendapat penolakan keras dari netizen Tiongkok. Mereka menilai Shin Tae-yong tidak cocok memimpin Timnas China dan menyarankan CFA untuk mencontoh kesuksesan Jepang dalam mengembangkan sepak bola nasional. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan pandangan mengenai strategi dan filosofi sepak bola yang ideal untuk timnas China.

Netizen Tiongkok menginginkan pendekatan yang lebih holistik dan berkelanjutan, bukan sekadar mencari solusi instan dengan mendatangkan pelatih asing. Mereka mempertanyakan kemampuan CFA dalam memahami kebutuhan sepak bola modern dan strategi jangka panjang. Kritikan ini menunjukkan tingginya ekspektasi masyarakat China terhadap kemajuan sepak bola negaranya.

Reaksi Netizen China dan Perbandingan dengan Jepang

Sentimen negatif netizen China terhadap Shin Tae-yong disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah kurangnya kepercayaan terhadap kemampuan pelatih asal Korea Selatan untuk membawa perubahan signifikan di Timnas China. Banyak yang beranggapan bahwa pendekatan yang diusung Jepang, dengan fokus pada pembinaan pemain muda dan pengembangan infrastruktur, lebih efektif.

Perbandingan dengan Jepang ini bukan tanpa alasan. Jepang telah menunjukkan kemajuan pesat dalam sepak bola internasional, baik di level klub maupun timnas. Mereka konsisten tampil di Piala Dunia dan meraih prestasi yang membanggakan di Asia. Hal ini menjadi acuan bagi netizen China untuk mencari solusi yang lebih berkelanjutan.

Salah satu komentar netizen China yang viral berbunyi, “Jangan lagi pilih pelatih Korea. Kami harus belajar dari Jepang, yang jauh lebih sukses di level Asia maupun dunia.” Pernyataan ini mewakili aspirasi banyak netizen China yang menginginkan perubahan mendasar dalam pengembangan sepak bola di negeri mereka.

Kandidat Pelatih Lain dan Pilihan CFA

Selain Shin Tae-yong, beberapa nama lain juga masuk dalam pertimbangan CFA, termasuk pelatih Korea Selatan lainnya seperti Seo Jung-won dan Choi Kang-hee, serta mantan pelatih Arab Saudi, Roberto Mancini. Namun, CFA akhirnya menunjuk Dejan Djordjevic, pelatih tim U-20 China, sebagai pelatih sementara.

Djordjevic dipilih karena rekam jejaknya yang cukup baik di level junior. Ia berhasil membawa Timnas U-23 China mencapai perempat final Asian Games Hangzhou 2023. Penunjukan ini menunjukkan fokus CFA pada regenerasi pemain muda dan pembinaan jangka panjang, meski masih bersifat sementara.

Djordjevic akan memimpin Timnas China senior untuk pertama kalinya di EAFF E-1 Championship 2025 yang akan berlangsung di Korea Selatan bulan depan. Turnamen ini menjadi ujian awal bagi Djordjevic dan sekaligus kesempatan bagi CFA untuk mengevaluasi strateginya dalam membangun timnas.

Tanggapan Shin Tae-yong dan Harapan CFA

Shin Tae-yong sendiri menyatakan ketertarikan jika diberi kesempatan melatih Timnas China. Ia mengatakan, “Timnas China adalah pekerjaan yang menarik. Saya bisa melihat dengan jelas kenapa mereka tidak meraih hasil maksimal. Jika diberi kesempatan, saya yakin bisa membawa perubahan,” Pernyataan ini menunjukkan keyakinan Shin Tae-yong terhadap kemampuannya meskipun ditolak oleh publik China.

CFA berharap, di bawah kepemimpinan Djordjevic, proses regenerasi skuad nasional dapat berjalan lebih mulus. Target utama CFA adalah meloloskan Timnas China ke Piala Dunia 2030. Tantangan ini membutuhkan strategi yang komprehensif dan terencana dengan baik, mempertimbangkan faktor-faktor seperti pembinaan usia muda, pengembangan infrastruktur, dan pengelolaan liga domestik.

Secara keseluruhan, situasi ini menunjukkan kompleksitas permasalahan sepak bola di China. Tidak hanya soal mencari pelatih yang tepat, tapi juga perlu adanya perubahan sistematis dan komitmen jangka panjang untuk mencapai kemajuan yang berkelanjutan. Kegagalan lolos ke Piala Dunia 2026 menjadi momentum untuk melakukan evaluasi menyeluruh dan melakukan perubahan yang berarti di semua sektor.

Kontributor: M.Faqih

Also Read

Tags

Leave a Comment